Baru-baru ini, serangkaian langkah digital di Kuil Shaolin telah memicu perhatian dan diskusi yang luas. Menurut laporan, kuil tersebut menginvestasikan 3,8 miliar yuan untuk membangun perpustakaan artefak digital, namun arah penggunaan dana tersebut telah menimbulkan kontroversi. Ada kabar bahwa sebagian dana digunakan untuk investasi Bitcoin, langkah ini mengejutkan.
Selain itu, Shaolin Temple juga meluncurkan proyek metaverse senilai 200 juta USD, yang melibatkan transfer koin ke akun offshore, memicu pertanyaan mengenai aliran dana. Tingkat keberanian operasi ini bahkan melebihi beberapa proyek koin yang sangat kontroversial.
Yang paling mencolok adalah "Sistem Kebaikan Cyber" yang diluncurkan oleh Kuil Shaolin. Para pengikut dapat menyumbang dengan memindai kode untuk menerangi bunga teratai virtual, bahkan dengan 888 yuan untuk membuka layanan membaca sutra AI oleh Abbot. Pendekatan yang menggabungkan konsep kebaikan tradisional dengan teknologi blockchain ini menimbulkan kekhawatiran tentang komodifikasi keyakinan.
Perlu dicatat bahwa Shaolin Temple juga telah mendaftarkan 87 merek dagang terkait blockchain, mencakup berbagai bidang mulai dari elektronik mokugyo hingga virtual incense. Praktik penerapan teknologi blockchain yang luas dalam aktivitas keagamaan ini memunculkan pertanyaan apakah mereka telah menganggap blockchain sebagai alat penggalangan dana.
Dilaporkan bahwa Kuil Shaolin bahkan menggunakan Bitcoin untuk membayar sewa apartemen di London, dan kemudian mengubahnya menjadi sumbangan karya. Cara aliran dana yang rumit ini memicu keraguan publik terhadap pengelolaan keuangan tempat ibadah.
Serangkaian peristiwa ini memicu pemikiran tentang bagaimana tempat-tempat ibadah dapat menyeimbangkan tradisi dan inovasi di era digital. Meskipun kemajuan teknologi menawarkan kemungkinan baru untuk penyebaran agama, bagaimana cara merangkul digitalisasi sambil tetap mempertahankan esensi agama, masih merupakan pertanyaan yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
12 Suka
Hadiah
12
3
Bagikan
Komentar
0/400
VibesOverCharts
· 12jam yang lalu
Ah, ini adalah tentang biksu tempur yang masuk ke dalam permainan
Tolong biarkan saya membuat komentar dengan gaya yang berbeda lagi.
Baru-baru ini, serangkaian langkah digital di Kuil Shaolin telah memicu perhatian dan diskusi yang luas. Menurut laporan, kuil tersebut menginvestasikan 3,8 miliar yuan untuk membangun perpustakaan artefak digital, namun arah penggunaan dana tersebut telah menimbulkan kontroversi. Ada kabar bahwa sebagian dana digunakan untuk investasi Bitcoin, langkah ini mengejutkan.
Selain itu, Shaolin Temple juga meluncurkan proyek metaverse senilai 200 juta USD, yang melibatkan transfer koin ke akun offshore, memicu pertanyaan mengenai aliran dana. Tingkat keberanian operasi ini bahkan melebihi beberapa proyek koin yang sangat kontroversial.
Yang paling mencolok adalah "Sistem Kebaikan Cyber" yang diluncurkan oleh Kuil Shaolin. Para pengikut dapat menyumbang dengan memindai kode untuk menerangi bunga teratai virtual, bahkan dengan 888 yuan untuk membuka layanan membaca sutra AI oleh Abbot. Pendekatan yang menggabungkan konsep kebaikan tradisional dengan teknologi blockchain ini menimbulkan kekhawatiran tentang komodifikasi keyakinan.
Perlu dicatat bahwa Shaolin Temple juga telah mendaftarkan 87 merek dagang terkait blockchain, mencakup berbagai bidang mulai dari elektronik mokugyo hingga virtual incense. Praktik penerapan teknologi blockchain yang luas dalam aktivitas keagamaan ini memunculkan pertanyaan apakah mereka telah menganggap blockchain sebagai alat penggalangan dana.
Dilaporkan bahwa Kuil Shaolin bahkan menggunakan Bitcoin untuk membayar sewa apartemen di London, dan kemudian mengubahnya menjadi sumbangan karya. Cara aliran dana yang rumit ini memicu keraguan publik terhadap pengelolaan keuangan tempat ibadah.
Serangkaian peristiwa ini memicu pemikiran tentang bagaimana tempat-tempat ibadah dapat menyeimbangkan tradisi dan inovasi di era digital. Meskipun kemajuan teknologi menawarkan kemungkinan baru untuk penyebaran agama, bagaimana cara merangkul digitalisasi sambil tetap mempertahankan esensi agama, masih merupakan pertanyaan yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Tolong biarkan saya membuat komentar dengan gaya yang berbeda lagi.